Pilar Ilmu Aswaja Kiai Achmad Hasyim Muzadi

Penjelasan 3 Pilar Aswaja Kiai Achmad Hasyim Muzadi

Saya masih menerangkan masalah Tarikh tasyri’ (sejarah perkembangan hukum Islam) dan masih masuk dalam bab pembahasan Aswaja. Di dalam Aswaja ada tiga pilar ilmu yang menjadi patokan dan penyanggah Aswaja.

pilar aswaja

1. Ilmu Fiqih

Ilmu Fiqih; ilmu hukum Islam. Hukum merupakan suatu hal yang sangat penting dalam Islam, namun Islam bukan hanya membahas hukum. Di dalam Islam ada pembahasan tentang sejarah para Nabi AS, sejarah manusia dari masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. 

Islam juga membicarakan tentang alam dzahir maupun alam ghaib, pahala-siksa, sifat-sifat manusia, semua itu disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman: maa farraqna...

Semua hal-hal yang pokok sudah tercakup di dalam Al-Qur’an, sehingga tidak ada yang tercecer lagi. Namun Al-Qur’an tidak memuat segala hal secara terperinci, karena kalau Al-Qur’an juga memuat segala hal secara detail, tentu isi Al-Qur’an akan sangat banyak. Yang menjadi penjelas Al-Qur’an adalah Hadits. 

Hukum adalah masalah penting dalam Islam. Ayat-ayat yang membicarakan tentang hukum disebut dengan Ayatul Ahkam. 

Pada periode Shahabat RA, dalam mencari keputusan hukum, mereka cukup bermusyawarah dan saling mencocokkan bagaimana keputusan hukum yang dibuat oleh Rasulullah SAW ketika masih hidup berkenaan dengan permasalahan yang sedang dibahas oleh para Shahabat tersebut. Kesepakatan para Shahabat itu disebut dengan Ijma’ Shahaby.

Pada periode Tabi’in, mereka harus memberi keputusan hukum melalui ijtihad yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits.

Pada tahun 80 H, lahirlah tokoh Fiqih yang bernama Imam Hanafi, kemudian diikuti dengan kelahiran Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam ibnu Hanbal. 

Sebenarnya mujtahid di dalam ilmu Fiqih bukan hanya 4 imam madzhab di atas, akan tetapi jumlah mujtahid Fiqih saat itu sudah banyak, kurang lebih ada 11 mujtahid. 

Namun yang mampu bertahan di dunia Islam sampai saat ini hanya 4 madzhab saja, karena keempat madzhab ini mempunyai kitab referensi madzhab yang sudah dibaca secara turun-temurun, mereka juga mempunyai manhaj (teori) dan sudah teruji sepanjang sejarah.

2. Ilmu Tauhid

Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam atau Ushuluddin (Ushuluddin berarti; pokok atau landasan dari agama Islam). Tokoh yang menjadi panutan Aswaja di bidang Tauhid adalah Imam Abu Hasan Al-Asy’ari. Beliau mempunyai murid yang bernama Imam Al-Maturidi. Dua tokoh inilah yang merumuskan kajian Tauhid di dalam Aswaja. 

Nama lengkap dari Imam Al-Asy’ari; Abdul Hasan Ali bin Isma’il bin Basyar bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Musa Al-Asy’ari. Imam Al-Asy’ari lahir pada tahun 260 H (220 tahun sesudah wafatnya Ali RA). Kalau kita hitung dari tahun kelahiran Imam Hanafi (80 H), maka selisih kelahiran dari kedua tokoh ini adalah sekitar 180 tahun. Jadi, Fiqih lebih dulu tersusun dari pada Ilmu Tauhid. 

Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang ketuhanan, keesaan Allah SWT, tentang konsep Taqdir dan ikhtiyar, serta tentang Sifat-sifat Allah SWT.

Mengapa Fiqih lebih dulu dibutuhkan dari pada Tauhid? Apakah hal itu berarti Fiqih lebih tinggi kedudukannya dari Tauhid? Jawabannya adalah ”Tidak”. Kaum muslimin saat itu lebih dulu membutuhkan Fiqih dari pada Tauhid, karena Fiqih sifatnya lebih praktis, sedangkan Tauhid tidak terlalu praktis. 

Kajian Ilmu Tauhid ini dipelopori oleh Imam Al-Asy’ari (260 H – 324 H). Beliau adalah cucu dari Abu Musa Al-Asy’ari.

Dalam sejarah disebutkan bahwa masa Ali RA, ada seorang kepercayaan khalifah Ali RA yang bernama Abu Musa Al-Asy’ari yang menjadi delegasi beliau dalam perundingan pasca perang Shiffin antara Ali RA dan Mua’wiyah. 

Perang ini disebabkan Mu’awiyah tidak mau dipimpin oleh Ali RA dan dia ingin mendirikan kerajaan sendiri di Syam, padahal kekhalifahan saat itu berada di Madinah. 

Perang Shiffin ini merenggut korban yang meninggal dunia lebih dari 7000 orang. Sejak dulu sampai sekarang, yang paling sering menjadi penyebab geger-nya umat Islam adalah masalah jabatan. 

Konflik antara Ali RA dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan agaknya menjadi kelanjutan dari konflik antara Rasulullah SAW dengan Abu Sufyan sebelum masuk Islam, lalu diikuti konflik antara Ali RA dengan Mu’awiyah dan konflik Hasan-Husain dengan Yazid bin Mu’awiyah. 

Dalam perundingan di Daumatul Jandal itu, Abu Musa menjadi wakil dari pihak Ali RA, sedangkan wakil dari Mu’awiyah adalah Amr bin ’Ash. Abu Musa Al-Asy’ari adalah sosok yang alim, sufi dan jujur, sedangkan Amr bin Ash adalah seorang politikus, licin dan sedikit ”preman”.

Dalam perundingan itu, Abu Musa kalah licin dengan Amr bin Ash. Amr bin Ash mengusulkan agar kedua khalifah (Ali RA & Mu’awiyah) diganti, kemudian dia meminta Abu Musa Al-Asy’ari yang pertama kali menyatakan Ali RA mundur di hadapan kaum muslimin yang menghadiri perundingan ini. 

Berdasarkan kesepakatan yang dbuat Abu Musa dengan Ali RA dan Amr bin Ash, akhirnya Abu Musa menyatakan di depan khalayak bahwa sayyidina Ali RA resmi mengundurkan diri sebagai khalifah, untuk kemudian dipilih khalifah baru yang tidak terlibat pertikaian.

Setelah itu Amr bin Ash berpidato di hadapan kaum muslimin ketika itu ”Karena sayyidina Ali RA sudah mundur, maka saya menetapkan Mu’awiyah sebagai khalifah.” Kontan pernyataan itu membuat geger kaum muslimin. 

Akhirnya Ali RA pindah ke Irak, sedangkan Mu’awiyah pergi ke Syiria untuk mendirikan Daulat Bani Umawiyah.

Setelah perundingan itu, kaum muslimin terpecah menjadi dua kubu. 

Saat ini wilayah Syi’ah yang terbesar setelah Iran adalah Irak selatan. Di sana ada kuburan Ali RA dan Husain RA. Kuburan Husain RA ada dua, badannya dimakamkan di Nejez-Irak, sedangkan kepala beliau dimakamkan di Syiria, yaitu di dekat masjid Mu’awiyah.

Imam Abu Hasan Al-Asy’ari yang menjadi tokoh Tauhid bagi ASWAJA ini adalah keturunan Abu Musa Al-Asy’ari di atas. Imam Al-Asy’ari dan Imam Al-Maturidi adalah tokoh yang merumuskan Tauhid dalam Aswaja.

Isi Ajaran Tauhid

Bahasan pokok dari Tauhid adalah tentang wahdaniyyatullah (Keesaan Allah). Laa Ilaaha Illallahu (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah). 

Dalam pandangan umat Kristen, Tuhan itu ada tiga, yaitu Allah sendiri, Yesus, dan Ruh Qudus. Allah SWT diyakini mempunyai anak yang bernama Yesus, karena dia dilahirkan tanpa ayah. Padahal Nabi Adam AS lahir tanpa ayah-ibu, lalu kenapa tidak ada yang menuhankannya?

Anehnya, umat Kristiani saat ini begitu kuat. Kenyataan ini tak lepas dari fakta bahwa mereka mempunyai organisasi dan rasa kemanusiaan yang bagus serta dilimpahi banyak uang. 

Strategi  Pastor dan Suster dalam meng-Kristen-kan orang misalnya menyekolahkan dan penuh perhatian pada orang yang bersangkutan. Setelah timbul keyakinan pada diri orang itu, baru dia di-Kristen-kan. Karena kalau langsung di-Kristen-kan, maka orang yang menjadi target itu akan menolak. 

Para Wali Songo ketika meng-Islam-kan masyarakat Hindu-Budha memulainya dengan menanyakan kebutuhan hidup mereka. Pada suatu daerah tidak ada air selama 5 tahun, kemudian sang Wali Songo tersebut melakukan shalat Istisqa’. 

Setelah turun hujan, sang wali itu memberitahukan bahwa semua itu adalah karunia Allah SWT, kemudian sang wali mulai menjelaskan tentang ajaran Islam. Strategi inilah yang dipakai oleh Kristen saat ini, namun sudah ditinggalkan oleh umat Islam. 

Mengapa orang Islam ketika dijajah Belanda, Islamnya tidak luntur sama sekali? Jawabannya adalah karena para Wali Songo mengajarkan ilmu sekaligus memberi ketentraman dan kesejahteraan, sedangkan Belanda menjajah dengan kekerasan. 

Umat Islam yang ada saat ini kebanyakan hanya marah-marah saja, sedangkan masyarakat butuh Supermi dan tidak butuh dimarah-marahi. Akhirnya, pelan-pelan masyarakat Indonesia mulai simpati kepada Kristen.

Sikap Aswaja terhadap Taqdir Allah SWT

Jabariyyah Kaum Pasrah yang Kebablasan

Bagi kaum Jabariyyah, manusia berjalan di atas taqdir secara total. Sifat malas, tidak bekerja, miskin adalah Taqdir. Jadi, menurut mereka Taqdir telah menguasai manusia tanpa ada kelonggaran untuk ikhtiyar.

Mu’tazilah 

Paham Mu’tazilah ini bisa dikatakan sebagai paham serba ikhtiyar. Allah SWT memang yang telah menentukan taqdir, tapi Dia tidak mengintervensi (mencampuri) urusan pekerjaan manusia. 

Oleh karena itu kalau manusia berbuat jelek, maka itu semua akibat perbuatannya sendiri tanpa ada peran serta Taqdir. Jadi, menurut Mu’tazilah, semua manusia itu bebas dan sepertinya Allah SWT tidak berkuasa atas perbuatan manusia. 

Aswaja

Imam Al-Asy’ari memilih pendapat bahwa Allah SWT telah menentukan Taqdir, akan tetapi di dalamnya masih ada ruang untuk ikhtiyar. Jika ikhtiyar yang dilakukan manusia telah berhasil, berarti dia memperolah pertolongan Allah SWT, jika ikhtiyarnya gagal, berarti memang belum taqdirnya.

Dalam pemilu kemarin, saya sudah melakukan ikhtiyar, namun taqdirnya belum sampai. Hal ini bisa disebabkan karena ikhtiyar yang saya lakukan belum cukup, atau ikhtiyar sudah cukup, akan tetapi Allah SWT menghendaki yang lain kepada saya.

Ikhtiyar itu harus ada, akan tetapi jika menabrak ketentuan taqdir, maka kita harus bertawakkal. Jadi, tawakkal itu dilakukan sesudah taqdir. Qudrat-Irodah dan perintah Allah SWT itu menjadi satu rangkaian. Manfaat kita mengerti taqdir adalah kalau berhasil, kita bersyukur, dan jika gagal, kita tidak akan putus asa.

Batasan kafir, musyrik, munafiq, dan fasiq

Tauhid berarti Laa Ilaaha Illallahu. Kalau seseorang percaya tuhan selain Allah SWT, berarti dia telah musyrik. Kalau dia percaya kepada Allah SWT, namun dia juga percaya pada tuhan yang lain, maka dia disebut zindiq (orang yang bertuhan banyak). 

Begitu juga sebutan zindiq diberikan kepada orang menuhankan yang sesuatu yang bukan Tuhan dalam jumlah banyak. Munafiq adalah lahirnya terlihat Islam, padahal bathinnya mengingkari Islam.

Fasiq adalah orang Islam, namun masih melakukan perbuatan yang bisa merusak diri dan lingkungannya. Misalnya orang Islam yang suka mencuri.

Rumusan Sifat-sifat Allah SWT. 

Sifat-sifat Allah SWT berasal dari Asmul Husna yang diambil dari Ayat-ayat Al-Qur’an. Sifat Allah SWT terletak pada nama-nama-Nya. Contoh; Sifat Ar-Rahman berarti Allah SWT Maha Pengasih kepada semua manusia. 

3. Ilmu Tasawwuf

Pilar yang ketiga dari Aswaja adalah Tasawwuf. Tasawuf adalah akhlaq. 

Akhlaq adalah ajaran agama yang sudah menjadi budi pekerti atau perilaku seseorang. Jadi, kalau seseorang sudah mengerjakan ajaran agama Islam bukan karena diperintah, berarti dia sudah bisa disebut berakhlaq. 

Dalam hati orang yang berakhlaq, sudah tidak ada keinginan untuk mencuri. Sehingga dia tidak mencuri bukan karena takut dipotong tangannya, tapi karena sudah menjadi akhlaqnya untuk menjauhi perbuatan mencuri.

Kalau fiqih, orang yang tidak salah takut hukuman. Oleh karena itu akhlaq itu berada di atas fiqih. Tujuan Rasulullah SAW adalah untuk menyempurnakan akhlaq. Hukum adalah patokan, belum menjadi budi pekerti atau akhlaq. 

Orang yang berakhlaq baik menjadi orang yang shalih dan bijaksana. Misalnya ada anak ditinggal mati ayahnya, secara hukum dia berhak meminta warisan, akan tetapi menurut akhlaq, hal itu tidak bagus, karena bisa saja menyakiti ibunya. 

Seandainya dia meminta fatwa kepada Ulama’ Fiqih murni, maka ulama’ Fiqih itu akan menyuruhnya untuk meminta harta warisan. Namun jika dia meminta fatwa kepada Ulama’ tasawwuf, bisa jadi jawabannya adalah ”Menurut kamu, manakah yang lebih mahal antara harta warisan dengan sakitnya hati ibu?”

Segitiga inilah yang menjadi bangunan pokok Aswaja. Kemudian bangunan (Fiqih, Tauhid dan Tasawwuf) ini dibawa ke luar melalui dakwah. Oleh karena itu, ada istilah Fiqih Dakwah dan Fiqih Ahkam (Hukum-hukum).

Fiqih Ahkam membahas tentang salah-benar, halal-haram. Sedangkan Fiqih Dakwah mengajak pelan-pelan kepada orang yang berperangai buruk (mblunat) agar berperangai bagus. Oleh karena itu tidak ada Kyai yang suka marah. Kalau ada Kyai kok suka marah, berarti dia hanya bergelar ’meh kyai’ (hampir menjadi Kyai). 

Karena jika Kyai suka marah, tentu masyarakat banyak yang lari dari dakwahnya. Rasulullah SAW sendiri telah mengajarkan berdakwah secara bertahap ketika mengharamkan arak dengan 3 tahapan.

Ayat pertama; Arak itu merusak diri sendiri. 

Ayat kedua; Engkau jangan sampai mabuk ketika shalat.

Ayat ketiga; Arak itu haram (rijsun min amali syaithan).

Tokoh yang menata tasawwuf supaya tidak menjadi khurafat dan tahayyul adalah Imam Al-Ghozali yang lahir pada tahun 450 H (190 tahun sesudah kelahiran Imam Al-Asy’ari). Beliau berusaha menata dan membersihkan hati melaui tasawwuf. 

Bagaimana bedanya tasawwuf dengan aliran kebatinan dan zindiq. Apa perbedaan filsafat dan tasawwuf. Manakah kebatinan yang menuju kepada Allah SWT dan kebathinan yang menuju kepada syaitan. 

Meminta-minta kepada Nyi Roro Kidul adalah tahayyul. Orang yang berkeyakinan seperti itu boleh dicampuri oleh para wali untuk diberi dakwah. Para Kyai dulu sering berbaur dengan pencuri, namun mereka didasari imam yang kuat. Namun kualitas kita tampaknya masih pada tingkat ”wong shalih kumpulono”.

Syaitan memang bisa disuruh, tapi imbalannya jauh lebih berat. Syaitan adalah musuh, jadi harus diperlakukan sebagai musuh, tidak boleh dijadikan teman.

Kesimpulannya, tiga pilar Aswaja itu disampaikan melalui dakwah. Sedangkan sumber ketiga pilar itu adalah Al-Qur’an dan Hadits yang pemahamannya menggunakan tafsir Al-Qur’an dan penjelasan (syarah) Hadits. Jika seorang muslim tidak memahami manhaj dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits, maka yang terjadi adalah kemunculan umat Islam yang ekstrim kanan maupun ekstrim kiri.(*)

Sumber : dokumentasi Ceramah KH Achmad Hasyim Muzadi

Posting Komentar untuk "Pilar Ilmu Aswaja Kiai Achmad Hasyim Muzadi"