Pengarahan Ketua PBNU ke Pengurus Ranting NU Malang Raya dan Pasuruan

KH Achmad hasyim Muzadi

Poro 'alim ulama', Kyai, Sesepuh, khususipun Mustasyar dan Syuriah NU. Para pejabat yang berkenan hadir, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Ranting dan Ibu-ibu Muslimat yang saya mulyakan.

Selaku ketua PBNU, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Pengurus Wilayah yang telah mengumpulkan Pengurus-pengurus Ranting NU untuk disamakan informasi dan pengertiannya terhadap masalah-masalah yang berkembang. 

Sebagai shahibul bait yang sekaligus harus membayar terop dan sound system-nya, saya sampaikan marhaban ahlan wa sahlan bi hudhurikum; selamat datang dan mohon maaf atas segala kekurangan. Selain shahibul bait, saya juga selaku pembicara yang tidak disangoni, sekaligus harus noroki biaya terop dan kursi-kursi. Semua ini tidak mungkin terjadi, tanpa karomah dari PWNU. 

Niat kita berkumpul di sini adalah untuk meng-NU-kan kembali diri kita, dalam arti NU sebagai ajaran, NU sebagai perilaku, dan NU sebagai langkah perjuangan. Tidak hanya NU sebagai keturunan, keluarga atau lingkungan. Jadi, yang kita lakukan adalah tajdidun niat (memperbarui niat) dalam ber-NU. 

Mengapa demikian? secara tafa'ulan, NU mempunyai elemen-elemen yang lengkap untuk menyelamatkan umat dan bangsa Indonesia, mudah-mudahan juga bisa mengemban misi Rahmatan lil 'Alamin. 

Unsur-unsur yang ada di dalam NU, baik berupa cara berpikir, hukum-hukum, dakwah, dan siasah-nya, memungkinkan untuk memperkokoh Indonesia, sekaligus menyembuhkan luka-luka Indonesia.

Secara Salabiyah (keprihatinan kita), sekarang ini kita menghadapi jarak yang cukup panjang antara para pendiri NU dengan kita, yaitu sekitar 3 generasi. Generasi yang menangi Hadhratus Syaikh, Hasyim Asy'ari adalah semisal kakak saya, K.H. Muchit Muzadi. Generasi pertama ini sekarang rata-rata sudah berumur di atas 80 tahun. Sedangkan kita yang ngumpul di sini, keduman generasi ulama' di bawah Syaikh Hasyim Asy'ari. Adapun anak-anak kita adalah generasi yang baru belum keduman apa-apa. 

Kekuatan NU itu terletak pada kulturnya. Oleh karenannya, NU sangat kuat dan tahan hidup panjang. Akan tetapi kultur ini akan terputus, ketika ada "regenerasi" berupa kelakukan baru yang tidak sambung dengan NU. Pemutusan di sini melalui pendidikan, pemutusan budaya, perilaku, segala macam kebiasaan NU dari orang-orang yang tidak suka dengan Islam; selain itu, memang ada sistem yang direncanakan secara global untuk memotong garis generasi ini dengan syariat Nabi Muhammad SAW. 

Generasi muda NU dan Muhammadiyah saat ini sudah rukun, karena sama-sama ndak ngerti. Sedangkan kalau dulu, Pak Idham dengan Pak Hamka bisa rukun karena sama-sama ngertinya. Istilahnya, anak'e wong NU gak patek ngerti NU-ne, begitu juga dengan anak Muhammadiyah yang tidak mengerti ke-Muhammadiyah-an. 

Kemudian datang gelombang baru yang saya sebut sebagai trans-nasional. Ini bukan perkara kecil, karena menyangkut hidup-matinya syari'at; selamat, utuh atau bertempurnya kalangan umat Rasulullah SAW. 

Kalau yang saya undang cuma Pengurus Wilayah, mereka durung mesti kondo Pengurus Cabang. Lek sing diundang Pengurus MWC tok, pahame iso, tapi ngomonge maneh ora iso

Karena yang diserang adalah yang dibawah, maka satu-satunya jalan adalah khusus untuk NU di Jawa dan Madura serta Bali, semua Pengurus Rantingnya harus dikumpulkan. 

Kita ingin mengembangkan NU ini melalui At-Tashfiyah dan At-Tanmiyah. At-Tashfiyah dalam NU harus murni, kemudian kemurnian itu harus dikembangkan (At-Tanmiyah) karena zamannya sudah berbeda. 

Kita juga tidak bisa mengambil keputusan hukum tentang masalah mu'amalah hanya dengan ulama' saja, tanpa disertai orang yang ahli pada bidang yang bersangkutan. Misalnya untuk ngukumi asuransi, harus mendatangkan ahli asuransi; ngukumi bursa efek, harus mendatangkan ahli bursa. Setelah itu baru dilakukan tabayyun lalu tahqiiq. 

Dari sini terlihat bahwa NU memerlukann At-Tanmiyah. Pertanyaannya, bagaimana At-Tashfiyah supaya tidak jumud (mandeg) dan At-Tanmiyah supaya tidak belok? Semua itu harus kembali kepada manhaj NU. 

NU Harus Kokoh menghadapi Goyangan Barat dan Timur Tengah

Para Hadhirin-Hadhirat yang saya mulyakan.

Saya akan merinci berbagai macam pengaruh yang ada di sekelililng kita, yang bisa membuat aqidah, syari'ah, dan manhaj NU bisa goyang. 

Pertama: goyang karena tidak mengerti; kedua: mengerti, tapi salah mengertinya; ketiga: digoyang orang secara sistematik. 

Disini kita tidak bertindak sebagai fa'il, akan tetapi sebagai maf'ul yang dikerjai oleh orang yang menggoyang-goyang. 

Goyangan-goyangan itu datang dari dua kawasan, yaitu dari Timur Tengah dan dari kawasan Barat.

Timur Tengah adalah negara-negara Arab dan sekitarnya, termasuk Maghribi, Spanyol, Turki, Iran, dsb. Dulu, ketika zaman Pak Harto, aliran-aliran yang masuk ke Indonesia akan diseleksi. Kalau suatu aliran cocok dengan Indonesia, maka boleh masuk; sedangkan jika tidak cocok, maka aliran itu harus keluar. Dan jika ngotot, aliran itu akan diusir. Itu yang terjadi pada zaman Pak Harto. 

Ojo maneh wong sing teko, gak diusir, pada tahun 1971, banyak Kyai dicemplongno nang kali. Jadi, pemerintahan saat itu teges, kadang ketegesen. Namun sekarang ini, blas gak onok tegese, ngantek sing gawe cekelan gak onok. 

Setelah reformasi, semua aliran mudal. Semua aturan yang menyangkut pertahanan aqidah, ideologi, bahkan pertahanan teritorial, ekonomi, politik, budaya; semuanya bobol, sehingga semuanya masuk ke Indonesia dari semua arah. 

Jenis aliran dari Timur Tengah

Gerakan yang berasal dari Timur Tengah itu ada 3 hal, yaitu agama, aliran dan gerakan poltik. Yang dimaksud dengan agama di sini adalah agama Islam. Islam mereka sama dengan Islam Indonesia, bahkan Islam di seluruh dunia adalah sama. 

Aliran yang datang dari Timur Tengah bermacam-macam, ada Syi'ah, Wahabiyah, Jaulah, Khawarij, 'Ubbadiyah, Ahmadiyah, dll. Semua aliran ini masuk secara bebas ke Indonesia.

Aliran Sy'ah

Syi'ah ini central-nya berada di Iran. Aliran Syi'ah itu kalau shalat hanya 3 kali dalam sehari (Dzuhur-Ashar dijamak, Maghrib-Isya' dijamak, dan Shubuh). Kalau berwudhu', mereka memakai sepatu. Kalau melakukan shalat tidak boleh sujud di atas karpet, akan tetapi harus sujud di atas batu atau kayu yang tidak berbuah. Kalau kayunya berbuah, gak iso; kalau tidak ada, maka dia harus sujud persis di atas batu yang berasal dari Karbala (tempat wafatnya Sayyidina Husain). 

Bagi Syi'ah, tidak boleh ada yang berhak memimpin umat Islam, kecuali keturunan Sayyidina Ali RA. Jadi, sampeyan tidak bisa menjadi pemimpin Syi'ah, melainkan harus Ayatullah, Hujjatullah, dsb. 

Syi'ah ini mempunyai sistem komando, karena sistem komando itu ikut menjadi Rukun Iman mereka. Oleh karenanya, hari ini Israel dan Amerika paling takut sama Syi'ah, karena Syi'ah itu menganut sistem komando. Negaranya utuh, kakinya ada di mana-mana, sehingga begitu mereka digerakkan bersama-sama, maka gerakan mereka begitu luar biasa.

Di dalam Syi'ah, ulama' dibagi menjadi dua. Jadi syi'ah itu isinya bukan hanya nikah mut'ah tok. Di dalam Syi'ah ada ulama' ilmiah dan ulama' jihadiyah. Ulama' jihadiyah adalah ulama' yang menjadi pemimpin perang di lapangan, seperti Nashrullah yang memimpin Hizbullah yang kekuatannya 10 kali lipat dari kekuatan tentara resmi negara Libabon. Di Irak, ada Muqtadha Al-Sadr yang mempunyai faksi yang paling bisa menekan Amerika. Oleh karena itu, menghadapi Syi'ah dengan kekerasan adalah salah, sebab mereka sendiri sudah keras. Namun harus melalui Bil Hikmah, Mauidzah Hasanah dan Mujadalah Billati Hia Ahsan. 

Pengikut Syi'ah itu orangnya sederhana, tidak suka bermewah-mewah, sehingga jarang sekali rumah mereka besar dan baik, sama seperti Kyai-kyai kita di sini. Pengikut Syi'ah itu banyak yang sufi, cuma yang ndak enak adalah mereka ngilokno para Shahabat di luar 'Ali RA. 

Bahkan kadang-kadang ada sing kebabasen (yaitu Syi'ah Ghulladz) yang berani ngarani kalau Malaikat Jibril AS itu keliru ngenehnone wahyu; mestine nang Sayyidina Ali, kok malah nang Nabi SAW. 

Aliran Syi'ah ini juga masuk ke Indonesia. 

Ketahuilah, negara Iran itu membiayai Syi'ah di seluruh dunia tanpa batas, berapapun yang diperlukan, akan dipenuhi. Sementara orang NU menghadapi Syi'ah dengan mengajukan proposal di mana-mana. 

Aliran Wahabi

Aliran Wahabiyah sentralnya ada di Saudi Arabia. Saudi adalah negara terkaya di seluruh Timur Tengah. Letak perbedaan kita dengan Wahabi tidak sebanyak perbedaan kita dengan Syi'ah, karena Wahabi masih menggunakan madzhab Hambali dan Maliki. 

Akan tetapi, orang-orang wahabiyah itu mempunyai pikiran begini: karena Rasulullah SAW lahir dan hidup di Hijaz, maka apapun yang tidak ada di Saudi Arabia, sudah dianggap berada di luar syari'at Islam atau bid'ah. 

Jadi, mereka itu terus-menerus ngomong bid'ah tok, namun mereka ndak konsekuen.  Misalnya muludan ndak boleh, tapi mereka memperbolehkan peringatan enam puluh sekian tahun masa pemerintahan King Saud sebagai Raja Saudi Arabia. Padahal itu, ya sama saja dengan muludan. Jadi, sebenarnya, disini ada politisasi hukum. 

Aliran Jaulah

Aliran yang lain adalah Aliran Jaulah. Pengikut Jaulah ini muter aja di masjid-masjid ambek nggowo kompor, sarungan dicincing, gayane nggelembus-nggelembus, agar kethok ikhlas. Mereka bermaksud nitik lakone Nabi SAW, padahal Nabi SAW gak tahu nggowo kompor. Jaulah ini pusatnya di Pakistan. 

Aliran Khawarij

Selain itu, ada Aliran Khawarij. Aliran iki sing gawat. Mereka ini adalah golongan yang tidak pernah mau menerima kesalahan dirinya, dan tidak mau menerima kebenaran dari orang lain. Bahkan, menurut mereka, selain dirinya adalah kafir. 

Kalau pikiran seperti ini kemudian bergeser menjadi gerakan politik, maka golongan ini akan berperang terus-menerus. 

Aliran 'Ubbadiyah

Ada lagi aliran yang baru saya temui di Al-Jazair, yaitu Aliran 'Ubbadiyah. Dua hari sebelum saya masuk ke Al-Jazair, di sana terjadi pengeboman di depan kantor Perdana Menteri (PM) Al-Jazair. Adapun yang mengaku sebagai pelakunya adalah Al-Qaeda. Padahal PM Al-Jazair itu adalah muslim. 

Jadi, Al-Qaeda ini nyaris sama dengan Khawarij yang berpikiran bahwa orang yang berbeda aliran sudah dianggap berbeda agama. 

Aliran Ahmadiyah

Mengenai Aliran Ahmadiyah, kita sudah sering mendengarnya. Aliran Ahmadiyah ini berasal dari Lahore dan Qadhiyan. Aliran ini menganggap bahwa ada Rasul lain setelah Nabi Nuhammad SAW. 

Gerakan Politik Islam

Pembahasan selanjutnya adalah tentang gerakan politik (Islam). Untuk membedakan antara Islam dengan gerakan politik Islam kan gampang saja, yaitu kalau Islam ya agama yang kita anut ini. Sedangkan PPP adalah salah satu contoh gerakan politik Islam. 

Partai Politik

Kalau bicara tentang gerakan politik, maka dalil itu gak mesti Tafsir Jalalain, bisa jadi langsung masuk kepada Tafsir jalan-lain. Kalau untuk menyerang Golkar, maka dalil yang digunakan adalah Surat Al-Baqarah : 35. 

dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim

Sedangkan Ustadz yang ada di Golkar juga ndak mau kalah, lalu mereka berdalil memakai Surat At-Taubah : 105.

Dan katakanlah: "Bekaryalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat karyamu itu

Maksud Ayat ini digeser kepada makna: "Berkaryalah kamu, sehingga kamu menjadi Golongan Karya (Golkar). Jadi Ayat-ayat itu kesel dinggo wong politik. 

Yang demikian itu disebut dengan harokah siyasiyah (gerakan politik). Sekalipun base on religion (berbasis agama), namun tidak murni agama, melainkan sudah bercampur dengan interest gerakan politik.

Semua aliran dan gerakan politik Islam itu masuk ke Indonesia secara lengkap. 

HTI

Contoh gerakan poltik Islam yang masuk ke Indonesia adalah HTI atau Hizbut Tahrir Indonesia (Sekarang sudah dibubarkan pemerintah). Hizbun itu artinya partai politik. Lha wong Jowo iku, lek coro Arab, dianggep onok ganjarane. Dadi, lek ngerungokno lagune Ummi Kultsum, direken Sholawat, padahal isinya adalah roman cinta. 

Lek moco koran neng Makkah, ndek kono onok gambare wong bal-balan, terus ngirose onok tulisane; Sayyid Maradona. Jare sing moco "yo pantes menangan, wong nde'e iku Sayyid".  

Jadi, hizbun itu gerakan politik, sehingga HTI berarti partai politik pembebasan. Perkoro onok dalile, yo digolekno. 

Kelompok HTI ini minta Khilafah. Ketika ditanya, Khilafah yang bagaimana? Tidak jelas jawabannya, apakah Khilafah yang merujuk pada Abu Bakar Ash-Shiddiq ataukah kepada Abu Bakar Ba'asyir? Lalu bagaimana bentuk dari Khilafah itu sendiri?. 

Hampir semua negara Timur Tengah melarang Hizbut Tahrir (HT). Kenapa demikian? Karena mereka itu "jurusannya" nanti akan mengganggu kekuasaan yang sudah ada. Bahkan di eropa, misalnya di Inggris, masjid yang khatibnya dari HT, pasti segera ditutup, karena isi khutbahnya mempersoalkan konstitusi Inggris. Jadi, wong HT iku ora mulang ngaji, nggak nggawe Madrasah, cukup gawe selebaran nang Madrasah-madrasah. 

Sebenarnya aliran maupun gerakan politik Islam yang menganut garis keras itu gampang "dimanfaatkan" orang lain. 

Saya tidak mengatakan bahwa (umat Islam) garis keras itu bikinan orang di luar Islam, akan tetapi saya mengatakan bahwa kekerasan atas nama agama itu gampang dimanfaatkan oleh golongan di luar Islam untuk menjelekkan nama Islam, sekaligus membuat problem di kalangan umat Rasulullah SAW. 

Ikhwanul Muslimin

Contoh gerakan politik Islam yang lain adalah Ikhwanul Muslimin (IM). IM ini pecah menjadi dua. Ada yang tetep keras, sebagian masuk HTI, dan ada yang melakukan gerakan secara demokratik. Misalnya piye iso dadi Wali Kota, DPR, dsb; yang pada ujung-ujungnya nanti tetap akan melakukan tathbiqus syari'ah secara lafdzan. IM ini adalah gerakan politik internasional. 

IM ini hanya diperbolehkan di Mesir, sedangkan di negara-negara Timur Tengah lainnya, IM dilarang. Misalnya: Di Syiria, Yordania, Arab Saudi, Negara-negara Teluk, dsb. 

Oleh karena itu, pusat IM dan HTI di Timur Tengah tidak jelas, karena selalu berpindah-pindah, Hanya saja, para pengikut IM itu memang militan. 

Al-Qaeda

Selain itu ada lagi gerakan poiltik yang namanya Al-Qaeda. Dulu, Al-Qaeda ini adalah bikinan Amerika. Jadi, orang-orang Afghanistan yang berwatak keras dididik oleh Amerika agar menjadi pasukan-pasukan yang hebat untuk kepentingan melawan Uni Sovyet. Maka lahirlah kelompok Taliban. 

Taliban ini dikuasai oleh Ahmad Umar. Taliban ini kemudian menjadi kekuatan militer yang luar biasa besar dan hebat, sehingga mengkhawatirkan Amerika. Oleh karenanya, Taliban juga dihancurkan oleh Amerika sendiri. 

Hal seperti ini sudah biasa. Misalnya dahulu, Saddam Husain disangoni oleh Amerika untuk nggegeri Iran. Kemudian kamarin ngangkat orang Syi'ah sebagai Presiden Irak khusus untuk nggantung Saddam. Selanjutnya anak buah Saddam yang diobong-obongi untuk melawan pemeritah Irak saat ini.

Saya ini sama Muhammadiyah kadang-kadang ngalah, supoyo ora kelihatan bentur. Begitu kita kelihatan bentur, yakinlah bahwa kekuatan lain akan langsung masuk untuk memecah-belah. Selain itu, Muhammadiyah sekarang ini ndak pate' nemen, mergo wis kesel; ngilokno tahlil gak leren-leren, akhire melok tahlil dewe. Lalu datang gelombang baru yang saya sebutkan tadi. 

Al-Qaeda itu wawasan alirannya mirip Khawarij, meskipun tidak persis. Artinya, pokoknya selain dirinya adalah salah, dan selain Islam adalah kafir. Pengkategorian ini tidak hanya berlaku untuk agama, melainkan juga untuk negara, perdagangan, dsb. 

Mereka selalu berpikir hitam-putih. Misalnya karena Indonesia bukan negara Islam resmi, maka Indonesia dianggap negara kafir, sehingga boleh dibom seperti yang dilakukan oleh Dr. Azhari dari Malaysia. 

Orang seperti Azhari ini ngebom di Indonesia dan merasa telah mendapatkan pahala, sekalipun yang menjadi korban adalah sesama muslim. 

Baginya, orang muslim yang ada di daerah kafir, juga dihukumi kafir. Jadi, gerakan Al-Qaeda ini sudah pasti berbahaya, bahkan bagi umat Islam sekalipun. 

Al-Qaeda ini kemudian digunakan oleh orang-orang di luar Islam, sehingga Al-Qaeda itu sebenarnya sudah dihancurkan, tetapi simbolnya masih dibiarkan. Seperti Osamah bin Laden yang dibiarkan hidup untuk gawe titis-titisan atau gawe sasar-sasaran bahwa bahaya itu masih ada. 

Itulah "luar biasanya" Amerika. Dadi, biar nanti ada genderuwo yang namanya Al-Qaeda, dan setiap ada peristiwa terorisme, selalu Al-Qaeda yang dituduh sebagai pelakunya. 

Adapun 'Ubbadiyah adalah sejenis thariqah yang syadz, yang dilakukan oleh orang-orang Al-Jazair sebelah selatan.

Mujahidin 

Ada juga gerakan politik yang bernama Golongan Mujahidin. Golongan ini menganggap bahwa berjihad itu bermakna perang. Liyane perang iku dudu diarani jihad. Nek gak oleh musuh, minimal mereka akan ngilok-ngilokno. 

Jadi, orang Mujahidin iku gak iso pidato kalem, le gak nyerang yo muring-muring, tanpa keduanya, mereka merasa tidak mendapatkan pahala dari nahi mungkar. Mujahidin ini berada di mana-mana. 

Pada waktu zaman Pak Harto, orang-orang Mujahidin selalu diinteli, sehingga mereka lari ke Malaysia. Setelah reformasi, Mujahidin kembali lagi ke Indonesia. 

Ironisnya, ada saja orang NU yang ngundang orang Mujahidin sebagai pembicara pengajian, opo iki saking bodone wong? Opo bodone wis kesuwen? Orang yang mengundang itu berarti nggak ngerti alam mujure keadaan yang terjadi. 

Itu semua adalah pengaruh yang berasal dari Timur Tengah, yaitu ada agama, aliran, dan gerakan politik. Adapun yang saya sebut di koran-koran, trans-nasional adalah gerakan politik, bukan yang aliran dan bukan yang agama. 

Oleh karenanya, saya diserang, kenapa kok Pak Hasyim memisahkan Islam. Serangan kepada saya itu tidak betul, karena dia salah paham. Saya tidak menyalahkan Mahmud Syaltuth yang menyatakan bahwa agama itu terdiri aqidah dan syari'ah, namun yang saya salahkan adalah gerakan politik. 

Gerakan-gerakan politik yang tadi saya sebutkan, di negara asalnya sendiri juga terjadi ribut antar gerakan. Maka kalau kita yang di sini, ngageni mereka, Insya Allah, kita ini minimal akan menjadi calon ribut, karena pabriknya saja ruwet, apalagi agennya! 

Saya khawatir semua itu secara diam-diam (khas intelejen) telah dibiayai oleh musuh-musuh kita, supaya pertentangan antara umat Islam di Indonesia bisa tetap eksis. 

NU dan Muhammadiyah jadi Benteng Indonesia

Karena organisasi Islam terbesar di Indonesia adalah NU dan Muhammadiyah, maka dua-duanya menjadi sasaran. Yang paling nemen diserang adalah NU, karena di samping akeh wonge, juga akeh sing gak ngerti. 

Ketua Muhammadiyah, Pak Din Syamsudin pernah menelpon saya dan mengeluh "Pak Hasyim, masjid saya dititili sama PKS. Ini bagaimana?" 

Lalu saya tanya "Berapa masjid?" 

Pak Din menjawab "Banyak. Mesjid di Jogja, Bantul, di Jawa Timur, dsb." 

Lalu saya katakan "Yo, itu adalah hukum karma, biasane sampeyan iku nitili Masjid NU. Sak iki, ero rasane dipertitil."

Menghadapi kondisi ini, Muhammadiyah luwih kereng ketimbang kita. Saya dengar, mudah-mudahan pendengaran saya tidak salah, bahwa semua petugas yang bekerja di proyek Muhammadiyah, yakni golongan profesional dan mendapat gaji dari proyek tersebut, kalau dia masuk PKS, maka dia harus berhenti dari proyek Muhammadiyah itu. Jadi, sekarang Banser kalah kereng ambek Muhammadiyah. 

Jenis Aliran dari Barat

Adapun pengaruh yang datang dari kiri adalah datang dari dunia Barat. Yang datang dari Barat adalah Liberalisme, Sekulerisme, Hedonisme, dsb. Ini pusatnya berada di Amerika, Inggris, dan di Australia. 

Komponennya (isi Liberalisme) adalah unsur Israiliyaat yang sudah dipermodern, sesuai dengan tingkat tekhnologi saat ini. Bahkan sudah dibuatkan tema-tema atau judul-judul yang akhirnya menjadi manhaj dari Liberalisme. 

Tujuannya adalah untuk mengelokorkan (mengudari) aqidah orang Islam. Maksudnya: ojok nemen-nemen olehmu beragama Islam. Lek nemen-nemen nanti akan disebut fundamentalisme. 

Setelah itu, Liberalisme ini mulai bergerak, sedikit-sedikit nyerempet Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Untuk itu dibuat percobaan di Denmark dengan adanya karikatur Nabi, di Washington ada wanita menjadi imam bagi makmum laki-laki, dsb. 

Coba dilihat bagaimana reaksi orang Islam? Maju lagi seditit, mereka mulai ingin agar Al-Qur'an dikoreksi lagi dengan menyatakan bahwa "ada sekian Ayat Al-Qur'an yang tidak cocok dengan HAM". Maju lagi, wong wedhok dipengaruhi supaya menuntut persamaan gender. 

Sebenarnya persamaan gender itu boleh jika di bidang karier atau kesempatan berkarier, akan tetapi dalam hubungan laki-laki dan wanita, yang ada bukan istilah kesamaan gender, melainkan keserasian gender. 

Didalam hubungan laki-laki dan wanita, Al-Qur'an menyebutnya sebagai Azwaaj (pasangan). Di mana-mana yang namanya pasangan iku mesti nggak podo, misalnya sandal yang sepasang, pasti bagian kiwo-tengene ora podo. Nah, di dalam keluarga sakinah menurut Islam,  yang ada adalah keserasian gender.

Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisaa' : 34

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

Di sini disebutkan bahwa masing-masing (laki-laki dan wanita) sudah diberi penonjolan, tetapi kemudian jatuh keputusan dari Allah SWT berupa Ayat di atas. Pada waktu saya ngaji kepada Mbah Abu Fadhol di Senori-Bangilan, beliau bercerita kalau qaaimun itu artinya tegak, sedangkan qawwamun itu artinya menegakkan. 

Jadi, yang dimaksud dengan Ayat di atas adalah laki-lakilah yang bertanggung-jawab untuk menegakkan hak-hak wanita, baik hak rezeki, hak nafkah bathin, nafkah lahir, hak kehormatan, hak pendidikan, hak ibadah, hak dunianya, hak akhiratnya, dsb. Semua itu sudah menjadi tanggung jawab laki-laki (suami). Jadi, posisi laki-laki dalam keluarga itu bukan sebagai penguasa, melainkan sebagai penanggung jawab. 

Kalau tanggung-jawab suami melorot, maka istri boleh tanya, misalnya "Kok ini ada SMS nyasar?" Ini berarti tanggung jawab suami sudah melorot. Kalau sudah melorot nemen, maka istri boleh protes. Sedangkan jika sudah tidak ada tanggung jawab sama sekali dari suami, maka istri boleh meminta cerai kepada suami. 

Laki-laki yang semula bertugas menegakkan hak-hak wanita itu, kemudian bergeser manjadi penguasa, akhirnya proteslah kaum perempuan. Akan tetapi protes yang mereka lakukan sudah kemajon. 

Mestinya keserasian gender di dalam keluarga dan persamaan gender di luar keluarga, namun kaum perempuan justru meminta sama dengan laki-laki dalam hal syari'at, akhirnya ada yang nuntut menjadi imam shalat. Kalau imamnya orang perempuan, sedangkan makmumnya laki-laki. Maka sing oleh rejeki adalah sing sembahyang pas ndek burine imam. Lek imame ruku', nanti akan ada "penyundulan" di situ. 

Gerakan-gerakan diatas bergerak secara sistematik dan melanda anak-anak perempuan kita, termasuk golongan Fatayat. Di antara gerakan itu ada yang menginginkan bagaimana agar aborsi itu bisa menjadi halal. Kemudian itu diprogramkan dalam sebuah founding. 

Inilah cara yang mereka gunakan, dan ini jangan dianggap tidak bahaya. 

Jadi, kita itu harus adil, tatharruf (ekstrimisme) itu bahaya, tashaddud (kekerasan atau fundamentalis) itu bahaya, tapi tasahul (permisif atau paham serba boleh) itu juga tidak kurang-kurang bahayanya. Yang dimaksud tasahul itu adalah nyembrono kepada Syari'at Rasulillah SAW.

Konsep NU Menghadapi Gerakan yang Masuk Indonesia

Untuk menghadapi gerakan-gerakan di atas, maka kita harus bersifat tawassuth dan i'tidal. Namun, di mana letak tawassuth-nya? NU masih belum mempunyai patokan yang baku. Oleh karenanya, saya mengusulkan kepada Rais Amm agar sebelum Mu'tamar nanti harus diadakan Munas Alim Ulama' untuk merumuskan manhaj tawassuth dan i'tidal agar bisa membedakaan antara yang tasyaddud dan tasahul. 

Munas ini penting, supaya nanti ketika masuk Muktamar, tinggal ngedok tok. Hal ini memang berat, namun kalau tidak ada ketegasan di dalam NU, maka anak-anak kita terancam dalam bahaya.

Anak-anak kita itu kalau dikerengi tok, ora iso obah, akhirnya dipek wong. Saya pernah bertemu dengan salah seorang Doktor wanita di Jeddah. Dia mengatakan bahwa 50% anak-anak perempuan yang menjadi liberal adalah disebabkan mereka terlalu dikerasi oleh Kyainya sendiri. 

Jadi, anak-anak kita kalau terlalu diketati, nanti akan lepas; dan kalau dilepaskan, justru tambah lepas. Oleh karena itu penting untuk mengetahui di mana letak sikap tawazun?, dan ini harus dijelaskan oleh NU. 

Gerakan Liberalisme itu tidak hanya melanda Islam, namun juga melanda Kristen, sedangkan Hindu-Budha kurang begitu diperhatikan. Contoh orang-orang Kristen Protestan di Eropa dan Australia, mereka sudah ndak niat dalam "berkristen". Akhire sing ndek gerejo kari sing wong watuk-watuk tok, sedangkan anak-anak muda hanya mau masuk gereja kalau dia mau kawin, karena "KUA"-nya terletak di situ. 

Sudah banyak gereja-gereja yang dijual karena kosong, tidak ada jama'ahnya. Bahkan kantor NU di Australia (Pengurus Cabang Istimewa Australia), nggawe kantor ica'e gerejo. Ini menunjukkan bahwa kristen pun juga kena imbas liberalisasi dan akhirnya ambruk. 

Adapun Kristen yang ada di Indonesia kena tasyaddud atau ekstrimitas (tatharruf). Misalnya peristiwa di Poso, Ambon, dsb, adalah dikarenakan ujung-ujung Islam yang keras ketemu dengan ujung-ujung Kristen yang keras, akhirnya meledak di situ, ditambah lagi dengan bumbu-bumbu politik dan polemik intenasional. 

Pada tanggal 15 Februari 2006, saya datang ke Brazil untuk mengahadiri WCC (sejenis "muktamar"-nya umat Kristen Protestan di seluruh dunia) yang ke-9. Saya diundang karena dua alasan, yaitu sebagai ketua organisasi Islam terbesar di dunia, dan organisasi NU yang saya bawahi ini mempunyai sikap moderat, tidak ekstrim. 

Seluruh perwakilan umat Protestan di dunia datang ke Brazil, tepanya di Porto Alegre (kota kecil yang indah). Pada waktu itu ada Pastur dari Papua yang datang ke sana, dan dia mengusulkan agar Papua lepas dari Indonesia dengan didukung oleh keputusan WCC. Untungnya saya ada di situ, akhirnya mencegah usulan itu. Demikian juga dengan Ketua PGI yang tidak setuju dengan usulan itu, akhirnya usulan itu mentah. 

Selain gerakan-gerakan di atas, sekarang ini ditambah lagi dengan gerakan yang baru, yaitu atheisme dan komunisme mulai tumbuh kembali. Bentuknya tidak seperti dulu, karena sekarang mereka lebih lunak. Meskipun komunisme dan atheisme sudah roboh, tapi ruhnya mulai dibicarakan di mana-mana. 

Saya curiga bahwa bentrok antar agama terjadi karena dua alasan. Pertama, bertemunya ujung-ujung ekstrimitas, kedua, mungkin karena gerilya politik yang dilakukan oleh atheisme, seperti yang kita kenal sebelum tahun 60-an. 

Ambil contoh peristiwa pelecehan Al-Qur'an di Kota Batu. Pelaku pelecehan yang tertangkap ada 41 orang, namun tidak ada satupun yang berasal dari Kota Batu. Berdasarkan KTP-nya, mereka itu orang dari Flores, Solo, Madiun, dsb. Lalu ada apa mereka kok ada di Batu? Menurut saya, pasti ada desain yang lebih besar di balik itu semua. 

Belum lagi gerakan yang zindiq-zindiq. Misalnya ada yang ngaku sebagai Malaikat Jibril, kemudian ditangkap oleh polisi. Saya menduga, itu adalah pekerjaan atheisme. Ingat, dulu ada zaman Mbah Suro. Suasana itu tumbuh kembali di tengah-tengah kekacauan, bentrokan dan kemiskinan masyarakat. 

Oleh karena itu, NU harus kembali menjadi NU secara utuh. Di samping untuk keselamatan NU sendiri, juga akan menjadi modal berharga untuk menyelamatkan Republik Indonesia. 

Oleh karenanya, dalam menghadapi masalah-masalah yang saya sebut di atas, saya tidak setuju jika NU menggunakan kekerasan dan massa. Kita harus tetap menggunakan konsep bil hikmah wal mau'idzatil hasanah dan mujadalah billati hia ahsan. 

Oleh karena itu, ketika di Bangil ada rencana mau menyerbu orang-orang Syi'ah, maka saya tidak membolehkannya. Lha, karena saya tidak membolehkan, akhirnya justru saya yang dituduh sebagai anggota Syi'ah. Mereka berkata "Sekarang sudah jelas alasan Pak Hasyim bolak-balik ke Iran, yaitu karena ternyata sudah menjadi syi'ah. Kita mau menyerbu Syi'ah di Bangil saja, tidak perbolehkan."

Karena saya diarani terus, terpaksa, bengine nang Pasuruan untuk nerangno. Saya bilang, NU itu adalah organisasi yang sudah go internasional, sehingga harus membela keadilan, termasuk keadilannya orang Barat, apalagi keadilannya sesama muslim di dunia ini. 

Saya katakan, Iran sekarang sedang diplokoto oleh Israel dan Amerika. Iran mau membuat nuklir untuk kepentingan tenaga listrik saja tidak boleh. Padahal Israel sendiri mempunyai nuklir untuk digunakan sebagai bom. 

Nah, kita sebagai sesama muslim, masak diam saja melihat hal itu. Itu sudah menjadi hak negara Iran untuk meningkatkan teknologi buat negaranya sendiri secara berdaulat. Jadi, saya ke sana nggak onok hubungane karo Syi'ah. 

Wong ketika Amerika dibom sama Al-Qaeda saja, saya pergi ke Amerika paling awal untuk mengatakan bahwa terorisme itu salah, dan NU siap memberantas terorisme bersama Amerika. Namun ketika Irak mau diserang oleh Amerika, maka kita memihak Irak, karena Irak adalah negara berdaulat. 

Jadi, NU harus berani ngomong "ya" dan "tidak". Akhirnya NU mulai diregani karena sikapnya yang konsisten.

Saya ingatkan kepada orang-orang NU, kalau ngomong sama orang yang mempunyai ilmu, maka gunakan konsep bil hikmah atau bil adillatil muhakkamah (dengan argumentasi yang meyakinkan). Kalau ngomong kepada orang umum, maka gunakan ma'udzah atau al-wa'dzu wal irsyad (menuntun mereka). 

Sedangkan kalau ada yang nyerang NU, maka ndelok nyerange. Kalau nyerange dengan aqidah, maka kita lawan dengan aqidah. Nyerang melalui politik, lawan dengan politik, ekonomi dengan ekonomi. Baru kalau ada yang menyerang secara fisik, minta izin kepada Allah SWT untuk berperang. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. 

Konflik Iran - Saudi Arabia

Sebenarnya yang paling nggak seneng nang Iran adalah Saudi Arabia. Jadi, yayasan seperti Al-Bayyinat itu memprovokasi supaya ada perlawanan terhadap Syi'ah, sedangkan yang dijadikan ajang adalah jam'iyyah NU. Oleh karena itu, yang penting adalah bagaimana cara kita menghadapinya, jangan terburu-buru menghadapinya dengan geruduk-geruduk. 

Saya mendengar bahwa pada waktu shalat jum'at, ada pengumuman bahwa akan ada penyerbuan dan pengusiran orang Syi'ah di Bangil. Kemudian saya meminta diumumkan kepada masyarakat sana bahwa Ketua Umum PBNU melarang seluruh warga NU melakukan penyerbuan itu. Hadapi masalah ini dengan dakwah dan mau'idzatil hasanah. 

NU Go Internasional

Sekarang NU sudah go internasional. Sudah saya katakan, bahwasanya kalau NU pergi ke luar negeri itu adalah untuk melanjutkan perjuangan Komite Hijaz yang dirintis oleh K.H. Wahab Hasbullah. Kyai Wahab pergi ke Arab Saudi bukan untuk membawa Wahabi ke sini. Melainkan untuk memprotes Raja Saudi saat itu yang mau membongkar makam para Shahabat Nabi. Jadi beliau ke sana untuk nawakno NU-nya, bukan mau ngageni orang luar untuk masuk ke Indonesia. 

Sementara gerakan-gerakan yang tadi saya sebutkan di atas, mereka telah mengageni gerakan luar negeri untuk masuk ke Indonesia, sehingga pada dasarnya mereka itu telah dikendalikan oleh pihak lain. 

Sebenarnya kita sudah mempunyai resep bagaimanacara NU dan Indonesia bisa selamat. Jangan jadikan agama ini sebagai potensi konflik nasional, akan tetapi jadikan agama ini sebagai potensi kebangsaan nasional kita. 

NU mempunyai 3 pendekatan Fikih

1. Fiqhul Ahkam

Yaitu bagaimana menentukan hukum menurut Islam. Fiqhul Ahkam ini menjadi tugasnya Bahtsul Masaail. Orang yang terlibat di situ harus faqih, yaitu ngerti Fiqih secara mendalam, karena Kyai itu kan banyak macamnya, ada kyai faqih, kyai mursyid, kyai murabbi, kyai karomah, kyai tabib, dsb. 

Bahtsul Masaail itu bertugas untuk menentukan hukum-hukum fenomena yang ada. Karena hasil Bahtsul Masaail ini jarang kita kemukakan, maka oleh luar negeri, NU dikatakan tidak menggunkan hukum Islam, melainkan hanya menggunakan hukum adat. 

Alhamdulillah, karena saya ketepatan sudah menjadi bagian dari Pengurus Rabithah 'Alam Islamy di Saudi, maka saya mulai menjelaskan bahwa di NU itu ada Fiqhul Ahkam dengan hasil seperti ini. Mereka bertanya: "Kenapa tidak diumumkan?", Saya jawab: "Karena menurut NU, yang bisa dikandani dengan Fiqhul Ahkam adalah umat ijabah atau umat yang sudah siap menerima tahkim dari fiqih tersebut; sedangkan buat umat yang di luar, masih muallaf atau baina-baina, maka kita menggunakan Fiqhud Da'wah, bukan Fiqhul Ahkam. Karena kalau Fiqhul Ahkam itu akan ngomong kamu kafir, musyrik, zindiq, dsb., sedangkan kalau Fiqhud Da'wah, senajan orang itu kafir tenan, dia tidak dikafir-kafirkan maupun diserang, melainkan diajak masuk ke dalam Islam. 

2. Fiqhud Dakwah

Fiqhud Dakwah kita menggunakan 3 cara  sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nahl : 125:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Nah, karena dakwah bil hikmah (dakwah secara argumentatif) kita masih kurang, maka kita tidak bisa meyakinkan orang lain, bahkan kadang melok agumentasi orang lain untuk menyerang syari'at Nabi Muhammad SAW sebagai hasil dari gerakan liberalisme di atas. 

Wis onok wong NU dewe sing kondo, kalau ada orang NU sing ngarani poligami itu halal, sekalipun Kyai, dia disuruh ngaji lagi. Padahal, perkoro kowe emoh diwayuh, iku hakmu; tapi ojok nyerang Ayat wayuh (poligami), karena Ayat ini teko Malaikat Jibril AS. 

Pekroro kowe ora gelem diwayuh, iku dadi hakmu; lha lek gelem diwayuh, wong lanang yo mesti senengane, wong dia ada unsur penggeragasan-nya. Jadi, harus bijak dalam meletakkan di mana seleramu dan di mana aturan Al-Qur'an. Sekarang ini orang sudah ngawur karena diudek terus oleh faktor liberalitas. 

Kalau dakwah bil hikmah-nya nanti sudah jelas, maka dakwah bil mau'idzah hasanah harus kita lakukan dengan sabar. Oleh karena itu, saya minta kepada orang-orang NU yang intelek agar kalau pidato di desa-desa, ojok diwuru'i sing aneh-aneh. 

Mereka itu hendaknya dituntun supoyo sembahyang dan nyambot gawe, ojok bolak-balik ngomong partisipasi, sinkronisasi, dll. Wong-wong NU sing intelek, lek nde'e ora ngomong ngono, wedi ora diarani pinter, lha iki repote. Kulo niki, meski memperoleh gelar Doktor, tapi gak tahu ditemplekno, wedi lali Al-Wa'dzu wal Irsyad yang ditujukan kepada orang-orang awam. 

Poro Kyai iku akeh tamune, mergo beliau iku wa'idz dan mursyid, yaitu menangani permasalahan-permasalahan riil yang dihadapi oleh masyarakat, misalnya: mantu, jodoh, rumah tangga, dsb. Adapun yang mulang kitab sing gede-gede iku Ustadz, sedangkan Kyai yang ngurusi wong pegatan lan liya-liyane. 

Peran memberi Al-Wa'idz dan Al-Irsyad ini juga sudah mulai surut, karena sudah banyak Kyai yang menjadi pengurus PKB dan PKNU, dadi tamune malih kurang, sebab sing wong PPP gak gelem merono. Sak jane Kyai iku rugi menurut totalan ilmu poro gapite. 

Sedangakan dakwah dengan mujadalah billati hia ahsan juga masih kurang. Misalnya: Kalau kita diserang dalam masalah-masalah gender, maka kita harus membuat buku tentang permasalahan itu. Namun kenyataannya kita hanya muring-muring tok, sehingga tambah diisin-isin karo bocah-bocah sing nom. 

Mujadalah di sini harus sesuai dengan jurusannya. Misalnya: Kalau kita disindir, cukup dibalas dengan nyindir saja. Kalau yang diserang adalah masalah politik, maka Mujadalah pun harus ditujukan pada politik. Dengan demikian, maka posisi rakyat dan umat Islam akan menjadi terorganisir. 

3. Fiqhus Siyasah 

NU itu juga mempunyai pendekatan politik. Politik di sini dibagi menjadi 3 bagian: Politik internasional, politik nasional dan politik kepartaian. Bagaimana NU menasharufinya?. 

Di dalam politik internasional, NU harus mengibarkan bendera Rahmatan lil 'Alamin. Sekali membela Amerika, sekali melawan Amerika. Kalau kita dibenci, yo sak karepmu kalau disangoni, ya Alhamdulillah. 

Sekali mengkritik Iran karena bersifat eksklusif, tapi sekali kita membela Iran karena hak-haknya diinjak. Jadi, yang dimaksud Rahmatan lil 'Alamin di sini adalah sikap tawassuth dan 'adalah (garis moderasi dan garis keadilan). 

Dalam politik nasional, sebenarnya ketika para Wali Songo masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia masih memeluk agama Hindu, Budha dan kelenik. Kelenik itu jurusannya Nyi Roro Kidul, Mak Lampir, dsb. 

Berkat cara-cara dan karomah para Wali Songo, akhirnya masyarakat Indonesia 90% masuk Islam, padahal mereka nggak pakai perang maupun kekerasan. Di seluruh dunia, Islamisasi model ini hanya terjadi di Indonesia dan Melayu. 

Jadi, proses pemasukan kepada Islam secara mayoritas mutlak tanpa gegeran, itu adalah hasil kreasi para Wali Songo. 

Kenapa dakwah Wali Songo bisa berhasil? Salah satunya adalah karena di dalam membawa agama Islam, masyarakay diberesi dulu kebutuhannya, baru diajak kepada kebenaran (al-ihsan tsummal haq). 

Kalau Wali Songo berdakwah di Tuban, maka terlebih dulu mereka bertanya: "Apa kesulitan yang menimpa desa ini? Jika kesulitannya adalah boten wonten udan, maka Wali Songo langsung melakukan shalat Istisqa'. Sesaat kemudian turun hujan karena yang berdo'a adalah wali. 

Kemudian, jika desa itu mengalami wabah penyakit, maka Wali Songo berdo'a agar wabah itu hilang. Setelah itu, Wali Songo menjelaskan kepada masyarakat tesebut: "Iki kabeh teko Pengeran, Opo kowe ngandel?" Akhirnya masyarakat pun mengikrarkan dua kalimat syahadat. 

Sekarang ini, Islamisasi dilakukan dengan kekerasan, sehingga metode Wali Songo di atas dipakai oleh orang-orang Kristen Katholik. Mereka berpikir, bagaimana menyantuni orang, baru kemudian di-Kristen-kan. 

Jadi, ada hikmah kita yang diambil oleh orang lain. Sementara itu, kita hanya muring-muring tok, mergo wong Kristen bagi-bagi beras, padahal rakyat butuh beras, ora butuh pidato. Wong sing luwe iku ojok didalili, sebab dalil iku kanggo wong sing wis warek. 

Kenapa masyarakat dahulu kok gruduk-gruduk masuk Islam? Alasan lainnya adalah karena dakwah Wali Songo menghindari bentur dengan kekuasaan. Kerajaan tidak diserbu oleh Islam, cuma rajanya saja yang di-Islam-kan, sehingga tidak ada konflik antara kekuasaan dengan gerakan dakwah Islam sendiri. 

Ketika Sultan Agung masuk Islam, maka masyarakat Mataram pun langsung masuk Islam. Jadi, Islamisasi dahulu itu menggunakan gerakan kultural, bukan melalui nation state. 

Metode Wali Songo ini sekarang harus tetap kita pakai. Kalau kita mempunyai ketentuan dalam Fiqhul Ahkam, kemudian mau dibawa ke lingkup negara Indonesia, yaitu ke dalam pemerintahan atau nation state, maka harus secara maknawi, bukan secara lafdzi. 

Jadi, kita tidak mengirim surat kepada DPR dengan dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadits. Misalnya: Korupsi itu harus harus diberantas. Maka bikinlah UU anti-korupsi, ndak usah bikin UU Islam anti-korupsi, mergo sing dudu Islam moh teken. 

Metode yang kita pakai ini sulit dipahami oleh orang Timur Tengah, baru belakangan ini mereka paham. Dikiranya, kita ini tidak berbuat apa-apa di dalam lingkup nation state berkenaan dengan Syari'at Nabi Muhammad SAW. 

Suatu ketika, saya datang kepada Syaikh Amir Qabbalan di Libanon. Di sana saya ditanya oleh beliau: "Kenapa NU tidak melakukan syari'at, padahal ada Ayat (Surat Al-Maaidah : 44) : 

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

Saya jawab: "Menurut NU, yang harus menghukumi dengan hukum Allah SWT di sini adalah orang, bukan institusi; karena institusi itu tidak akan dihisab". 

Kalau menggunakan pendekatan logika, maka kebenaran ASWAJA itu akan kelihatan jelas. Contoh: Mengapa kita sampai menerima Pancasila?, itu karena Fiqhus Siyasah digabung dengan Fiqhud Da'wah dan Fiqhul Ahkam, sehingga selamatlah Negara Indonesia ini, hukum sekaligus tolerasi yang ada di sini. 

Kalau ada orang datang ke Indonesia hanya dengan membawa Fiqhul Ahkam, maka isi pidato di mana saja hanya mengkafir-kafirkan orang. Dengan demikian, orang kafir tidak akan masuk Islam, justru mereka akan membuat perlawanan yang bisa mengakibatkan pecahnya NKRI. 

Kalau Republik Indonesia ini pecah, berarti mayoritas umat Islam yang ada di Negara ini tidak bisa memimpin NKRI. 

Berkenaan dengan politik kepartaian, maka kita akan menata hubungan NU dengan partai politik. NU bukan partai politik dan tidak boleh menjadi partai politik!, sebab partai politik itu mudah pecah. Ada gegeran, suatu parpol akan pecah, pecahannya pun akan pecah maneh. 

Contoh, PKB pecah; PPP pecah, dan pecahannya adalah PBR; bahkan PBR pun pecah lagi. Hanya Golkar tok sing gak pecah, sebab isinya adalah "syaikhul masyayikh" di bidang perpolitikan. Masih Golkar ketok ruwet, tapi iso wae. 

Partai sing liyane iku partai anyaran, sedangkan partai Golkar itu sudah sangat berpengalaman. Sebetulnya Golkar juga ada retak-retaknya, tapi iso nutupi, sebab penghuninya sudah pada kelas masyayikh di bidang siyasah. 

Bayangkan kalau seandainya NU menjadi partai politik. Jika ada orang tidak puas atau tidak kumanan, maka dia akan keluar dari NU. Kalau keluar dari NU, berarti dia telah keluar dari manhaj yang tadi sudah saya sebutkan, dan itu jauh lebih mahal dari sekedar kekuasaan. 

Harus diakui bahwa NU juga memerlukan perlindungan politik. Siapa yang diminta menjadi pelindung politik NU?, Lek iso yo anake dewe. Lek anake ndodro, yo sak enake. Wong-wong NU iku lek wis oleh barokahe, "Bapakmu" iku tetesono. 

Lha sing angel iku, netese; lek budale oyok-oyok'an ngaku NU. Saben ape pemilu, podo kondo dadi anake NU, lha lek wis manggon, nde'e ngomong "NU iku kudu melok Khitthah, ajok melok-melok aku". Tapi lek wis pedotan karo Parpol, dia balik kucing ke NU. 

Setelah diadakan survei, survei membuktikan bahwa anak kita yang berangkat ke jalur politik itu tidak disangoni ilmu politik yang sesungguhnya untuk mengatur negara. Politik adalah sebuah gerakan yang akan menata negara dalam proses aturan perundang-udangan dan setelah itu, hasilnya digerakkan untuk kepentingan masyarakat yang memilih. 

Dalam berpolitik itu perlu ilmu, kapasitas, dan kapabilitas. Sedangkan NU ngecolno anake cul-culan tanpa ada dirosah tentang politik. Dadi, podo karo wong dikongkon ngelangi, tapi gak diajari carane ngelangi. Contoh: Kadang-kadang ada warga NU di pemerintahan yang tidak bisa menulis latin, dadi nulis nang Ketua DPR karo tulisan pegon. 

Jare Ketua DPR: "Iki jimat, opo surat?" Ketika ditakoni tentang Anggaran Belanjanya seperti apa? Ilmu ekonominya seperti apa? Dia nggak iso jawab, ancene nde'e asale ora ono urusane ambek perkoro-perkoro iku.

Jenenge wong, karepe iku: "tambah gelem, kurang ojok". Dadi, kalkulatore iku isine mung tambah dan kali, sedangkan bagi dan kurang, ora onok. Seperti peristiwa di Jawa Timur, berangkat ke Jakarta dishalawati, tapi setelah itu, mlebu kantor NU tok gak gelem, mergo wedi lek dijalu'i gedang goreng. 

Ngene-ngene iki piye? Artinya bahwa kita tidak bisa menyalahkan anak-anak NU saja, tapi ini semua juga menunjukkan bahwa institusi NU tidak mempersiapkan anak-anak NU itu dengan baik. 

Saya kadang-kadang merasa iri sama Muhammadiyah, hanya di bidang manajemen. Saya punya teman yang namanya Pak Malik Fadjar. Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu diurusi mulai cilik ngantek sak mono gedene. 

Barang wis sak mono gedene, beliau leren dadi Rektor UMM, lalu menjadi dosen biasa. Kalau itu terjadi pada orang NU, yo wani gelute. Contoh: Di Darul Ulum iku onok Rektor loro gegeran, lalu nekakno mushlih (pendamai) teko Jakarta. 

Akhirnya mushlih itu sendiri menjadi Rektor, sehingga Rektor Darul Ulmu onok telu. Jadi, di sini ada perasaan yang salah di kalangan orang-orang NU, yaitu perasaan bahwa seharusnya dia itu milik NU, tapi dia mengatakan bahwa NU milik dia. 

Saya sudah menjadi Ketua Umum PBNU dua kali, ya sudah. Saya bisa dijadikan apa saja, entah menjadi ketua yang tidak umum atau menjadi umumnya ketua. Dulu saya juga menjadi Ketua Ranting NU. Jadi, saya ingin memulai pemahaman bahwa kita semua ini adalah milik NU.

Saya masuk pada bab yang lain, yaitu tentang Nahdhatut Tujjar. Organisasi NU ini tidak bisa terhormat tanpa bisa membiayai dirinya sendiri. Selama NU masih menjadi peminta, maka NU tidak mungkin berada dalam maqam mahmudah. 

Meminta itu memang boleh menurut AD/ART, tapi hal itu tidak boleh menjadi andalan. Yang menjadi andalan adalah sikap mandiri. Apa itu mungkin?, itu memungkinkan, kalau kita bersungguh-sungguh. 

Dalam APBD tahun depan, kira-kira berapa Anggaran yang bisa diperuntukkan untuk guru ngaji?. Mosok gak iso, wong digawe bal-balan wae metu 25 Milyar. Sebaiknya 25 Milyar itu dibagi loro, yaitu 12 Milyar diperuntukkan para guru ngaji. 

Lha, ngedome iki harus tercantum dalam APBD-nya, gak iso Bupati ngenehi-ngenehi ngono tanpa tercatat dalam APBD, karena Bupati bisa ditangkep oleh KPK, sekalipun Bupatinya orang NU. Lalu garapan (proyek) di Malang Selatan. Bagaimana proyek itu bisa dikonsepkan oleh PEMDA, lalu yang mengerjakan adalah orang NU. 

Tapi hal-hal semacam ini tidak pernah dilakukan. Mumpung sak iki Kepala Daerah dipilih secara langsung, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sebab dia mesti mikir-mikir, lek gak ngenehi, nanti gak dipilih maneh. 

APBD Jatim itu kan puluhan trilyun, seandainya satu trilyun saja yang dikemas dengan sebaik-baiknya, tantu akan jadi manfaat, akan tetapi anggota DPR dari warga NU, masuk ke kantor NU saja, tidak pernah dan tidak mau. APBD sendiri ada dua macam; berupa uang yang bisa dibagi dan berupa garapan yang bisa digarap bersama-sama. 

PBNU saat ini sudah mulai punya uang. Jadi, saya ke sana ke mari sampai ke seluruh dunia itu, sepeserpun tidak pakai uang negara. Alhamdulillah, nyatanya itu bisa kita lakukan. Kalau PWNU bisa seperti PBNU, kan gagah. 

Akan tetapi semuanya harus disertai manajemen dan transparansi serta akuntabilitas. Kalau tidak demikian, maka akan menjadi fitnah bagi NU. Jadi, NU itu serba salah; gak duwe duit, sumpek; duwe duit, kena fitnah mergo duwe duwek. 

Saya lihat ada beberapa PCNU di Jatim yang mencari uang, namun yang mencari uang adalah Pengurusnya, sehingga hasilnya bukan menjadi uang NU. Dadi, lumpange tok sing NU. Itu tidak boleh. Saya juga heran, bagaimana asbabun nuzulnya Kantor PCNU Kota Malang kok iso dideki toko ndek ngarepe? 

Kok ketok men lek melas. Jare aku, masih melas, ojok diketok-ketokno; atau masih bodoh, ojok suwe-suwe. Semuanya ini harus diperbaiki oleh kita sendiri. 

Saya masuk pada bagian terakhir, yaitu bagian internasional. Saya mau cerita tentang bagaimana NU bisa go internasional. Saya dipilih menjadi Ketua PBNU pada tahun 1999. Ketika saya berangkat dari Malang ke Jakarta, saya gak direken wong. 

Pikiran mereka, "iki onok arek ndeso, kate mimpin NU, opo ngerti ubang-ubenge Jakarta?, Jadi, saya sama wong Jakarta blas gak direken. Kebetulan saat itu pas Kantor PBNU dibongkar, sehingga saya harus nyewo. Setelah itu, baru saja mau masuk ke kantor PBNU baru yang sudah jadi, ada geger Gus Dur yang mau diturunkan sebagai Presiden. 

Akhirnya baru pada akhir periode pertama, yaitu tahun 2003, saya mempunyai pikiran, setelah sering pergi ke luar negeri, kenapa NU yang begini besar, tapi kurang didengar?, Maka saya memberanikan diri untuk mendirikan ICIS (International Conference of Islamic Scholars) untuk kali pertama. 

Tujuan didirikannya ICIS

  1. Untuk bersilaturrahim dengan ulama'-ulama' ASWAJA dan non-ASWAJA di seluruh dunia;
  2. Bagaimana supaya negara-negara maju dan negara Barat bisa menghargai NU; 
  3. Bisa menjembatani hubungan antara Timur dan Barat

Selain itu, saya juga ingin Pesantren-pesantren di Indonesia mendapatkan mu'adalah di Universitas-universitas seluruh dunia, syukur-syukur kalau ada tukar-menukar dosen dan beasiswa di kalangan kita. 

Alhamdulillah, organisasi ICIS ini jalan. Setelah jalan, maka banyak anak-anak kita yang dikirim ke luar negeri. Tapi yang bisa ditempati, baru negara-negara Timur Tengah yang dalam dua tahun ini sudah ada 148 pelajar yang terkirim. 

Sedangkan yang di negarat Barat baru dapat 4 orang. Sebenarnya dulu dapat 14 orang untuk sekolah di Inggris, tepatnya di Cambridge University. Namun setelah 14 pelajar itu diuji, yang tidak lulus ya 14 orang itu tadi, akhirnya khatam. 

Pada konferensi ICIS II tahun 2006 kemarin, mulai ada 57 negara yang menghadirinya. Setelah itu NU mulai dipercaya dan diminta pendapatnya mengenai konflik yang ada di Timur Tengah, termasuk konflik antar negara-negara Timur Tengah dan konflik Timur Tengah dengan negara Barat. 

Yang pertama kali meminta saya adalah negara Thailand. Penduduk muslim di Thailand Selatan hanya 8 % saja, akan tetapi mereka meminta Thailand menjadi negara Islam, gara-gara para Ustadz-nya adalah lulusan dari Saudi Arabia. 

Karena menuntut berdirinya negara Islam di tengah-tengah negara Budha, sudah pasti kaum muslimin di sana diberondong oleh tentara Thailand. Hal ini berjalan terus-menerus sampai 23 tahun, sehingga mereka begitu menderita. 

Alhamdulilah, saya di sana bertemu dengan Raja Thailand. Raja ini dianggap sebagai keturunan Dewa. Ketika itu, PM-nya masih dipegang oleh Thaksin S. Di sana saya juga ketemu dengan Angkatan Darat. Setelah itu, di sana ada perdamaian selama 4 bulan. 

Tapi ya begitu, banyak negara asing yang tidak ingin umat Islam selamat. Oleh karena itu, mereka memprovokasi lagi muslim Thailand agar memberontak lagi. Tahukah kamu, siapa yang membuat kekacauan ini? Kalau diurut betul, akhirnya juga sampai kepada Israel melalui geraan-gerakan intelejen. 

Habis itu saya dimintai tolong terkait muslim di Filipina Selatan. Di sana saya ketemu dengan Nur Mishwari. Sekarang kondisinya rodok adem. Namun karena setiap yang baik itu, pasti ada yang ngaco dan itu berada dalam satu komando. 

Setelah itu, mengurusi masalah pertempuran antara Hamas dan Fatah di Palestina. Fatah itu menganut garis lunak. Selain Hamas dan Fatah, di sana juga ada kelompok Otoritas Palestina, yaitu orang-orang Palestina yang pro-Israel. 

Ndak tahu bagaimana, Pemilu Palestina dimenangkan oleh Hamas, sehingga orang Barat marah-marah. Kemarahan itu diwujudkan dalam bentuk membikin konflik antara Hamas dan Fatah, yaitu dengan cara aliran duit-nya distop. 

Mestinya uang itu untuk pemerintah Palestina yang dipegang oleh Hamas, namun hanya dikasihkan Fatah, sedangkan Hamas tidak dikasih.  Akhirnya terjadilah pertikaian dan saling tembak di antara keduanya. 

Setelah itu, saya diundang ke Palestina. Di sana saya harus mencari tokoh Hamas yang bernama, Khaled Mas'al. Saya cari di Palestina tidak ada, di Libanon juga tidak ada, dan ketemunya justru di Damaskus, tepatnya di suatu daerah yang menjadi sentral komando Hamas. 

Kemudian Khaled ini bercerita tentang betapa pedihnya kondisi penduduk Palestina, betapa Fatah telah dimanfaatkan oleh Israel, penderitaan yang begini-begitu, dsb. 

Memang yang diceritakan oleh Khaled itu betul adanya, sebab dua hari sebelum saya pergi ke Damaskus, yaitu ketika berada di Libanon Selatan, saya ketemu dengan seorang ibu yang umurnya kurang lebih 70 tahun. 

Saya tanya, "Bagaimana keadaan ibu di sini? Bagaimana keadaan Palestina dan Israel?" Ibu itu menjawab begini "Alhamdulillah, saya mempunyai enam orang anak dan suami satu. Suami saya sudah syahid. Anak pertama sampai anak kelima, semuanya sudah syahid, tinggal anak saya yang nomor enam. Saya berdo'a mudah-mudahan anak ke-6 ini juga syahid. Kalau dia sudah syahid, baru saya yang akan menyusul mereka sebagai ibunya untuk menjadi syahid dunia dan akhirat". 

Iki perempuan sing umur 70 tahun, bandingno ambek perempuan kene sing geger gender tok. Jadi, kalau di sana ada bom bunuh diri, saya bisa memahaminya, namun kalau di sini ada bom bunuh diri, saya tidak bisa memahaminya. 

Setelah Khaled Meshaal cerita panjang, kiro-kiro wis kesel, saya menjawab; "Sampeyan dijajah selalam 60 tahun, sedangkan Indonesia dijajah selama 350 tahun. Dadi, nek itung-itungan soro, awak-awakan iki ojok diceritani. 

Yang kedua, penjajah itu jangan Anda harapkan beramal shalih, sebab gak onok penjajah sing beramal shalaih, dan jangan berharap penjajah itu tidak akan memecah belah bangsa yang dijajah, sebab memecah belah itu menjadi senjata setiap penjajah. 

Jadi, ketika sampeyan berperang dengan Fatah, bararti Anda telah mengerek bendera putih kepada Israel". Seketika itu, Khaled Meshaal marah dan berkata: "Tidak bisa!, saya selamanya tidak akan mengerek bendera putih di depan Israel". Maka saya jawab: "Kalau Anda tidak mau, maka Anda harus berdamai dengan Fatah". 

Akhirnya tanggal 5 Februari, Khaled Meshaal dari Hamas dan Mahmoud Abbas dari Fatah berangkat umrah bersama, dan di sana mengadakan pertemuan untuk berdamai. Setelah itu, Hamas dan Fatah berdamai, dan mereka bersyukur serta kirim utusan ke kantor PBNU. 

Dadi,  penggawean saya itu disuruh ngerukunno wong, padahal yang di NU, geger gak mari-mari. Lalu saya kirim surat balasan, "Sekalipun Anda sudah bersatu, Anda tetap akan dipecah belah, maka bertawakkallah". Benar saja, sekarang ini, para Menteri dan DPR Palestina ditangkepi oleh Israel. Yang ditangkepi yang berasal dari Hamas, sedangkan yang dari Fatah tidak ditangkap. 

Setelah itu ada lagi peristiwa yang mengerikan, yaitu perang di Irak. Ketika terjadi peristiwa 11 September 2001, NU mendukung gerakan anti-teroris dan itu saya ucapkan di muka George Bush ketika di Bali. 

Itu sudah saya lakukan dengan sungguh-sunguh, tapi Amerika tidak mau menghargai semua pekerjaan kita ini. Sehingga Amerika tetap menyerang Irak dengan membabi buta. Padahal saya sudah mengingatkan kepada George Bush bahwa dia boleh melawan Saddam, tapi jangan sampai merusak negara Irak, karena tindakan itu sangat berbahaya untuk dunia Islam dan dunia pada umumnya. 

Setelah Irak diserang, akhirnya Amerika menang. Setelah menang, Amerika mengangkat presiden dari Syi'ah hanya untuk menggantung Saddam. Setelah itu, ganti anak buahe Saddam sing diobong-obong Amerika. 

Masjid Sayyidina Ali dibom, supaya orang Sunni yang dianggap ngebom; dua hari kemudian, giliran Masjid Syaikh Abdul Qadir Jaelany yang dibom, supoyo orang Syi'ah yang dianggap ngemob. Akhirnya terjadi perang saudara antara Syi'ah dan Sunni, dan lebih dari 200 orang meninggal dunia setiap hari. 

Jadi, Syi'ah dan Sunni tidak berperang dengan sendirinya, karena sudah ratusan tahun kedua aliran ini berdamai, baru setelah Irak diserang oleh Amerika, keduanya saling bunuh-membunuh. 

Pada tanggal 27 Januari 2007 saya dipanggil oleh SBY. Saya datang, karena saya kan rakyat biasa dan karena nyalon Cawapres kok tidak jadi; kenapa tidak jadi? Ya karena sampeyan ndak mau milih saya. 

Saya datang ke sana sore hari, Pak Presiden mengatakan "Pak Hasyim, tolong berangkat ke Timur Tengah bersama Menlu, Menlu bertugas untuk urusan negara, sedangkan Pak Hasyim bertugas menemui ulama'-ulama' dan tenaga tempur di sana". 

Saya jawab "Kalau ini memang untuk kepentingan umat, kepentingan Islam dan kepentingan Indonesia, maka sekarang juga saya akan berangkat". Dadi, lek gak dadi Wakil Presiden iku gak oleh mangkel, karena iku koyo arek cilik. Malah engko lek aku dadi, tambah ngurusi Lumpur Lapindo, dan jika beras mundak, maka Al-Hikam ini akan didemo. 

Akhirnya saya berangkat ke Timur Tengah. Di sana saya ketemu dengan mufti Sunni dan mufti Syi'ah; Presiden Syiria, Irsyad; Perdana Menteri; Dr. Shalahuddin; dan tokoh lainnya. Kemudian kita berdiskusi dan semua mengatakan bahwa pertentangan antara Sunni dan Syi'ah tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan sebagai hasil dari rekayasa yang begitu rapi. 

Jadi, para penjajah ingin menang tanpa mengeluarkan biaya maupun tenaga. Maka satu-satunya jalan adalah oang Syi'ah dan Sunni harus segera diajak berunding. Saya bertanya: "Sekarang siapa yang harus mengundang? Sebab kalau yang ngundang Syi'ah, maka yang Sunni ndak datang; begitu juga sebaliknya". Lalu saya tawarkan, "Bagaimana kalau yang ngudang adalah Indonesia", Mereka menjawab: "Boleh, tapi atas nama NU". Setelah itu saya menyetujuinya.

Saya akan bekerja sama dengan pemerintah, karena saya tidak punya tiket untuk niketi mereka semua. Jadi, pikiran melok NU, tiket melok pemerintah. Inikan sudah bener menurut ilmunya NU. Akhirnya terjadilah kesepakatan pertemuan dilakukan pada tanggal 3 dan 4 Maret 2007. 

Akan tetapi, sayang seribu kali sayang, 10 hari sebelum ada konferensi internasional di Bogor, ada acara penanda-tanganan Dewan Keamanan PBB di New York untuk memberikan sanksi kepada Iran yang sedang memperkaya uranium nuklirnya. Padahal seperti yang tadi saya sebutkan, nuklir Iran itu masih belum sampai pada tingkat senjata, baru untuk tekhnologi kelistrikan. 

Ndak tahu bagaimana, wakil Indonesia ikut menanda-tangani kesepakatan untuk menjatuhkan sanksi kepada Iran, padahal Iran mau kita undang ke Bogor. Maka dengan demikian, Syi'ah mogok gak gelem teko nang Bogor, akhire sing teko dari Syi'ah hanya golongane krocok-krocok, digawe eruh-eruhan tok. 

Terus terang, baik secara pribadi maupun sebagai Ketua PBNU, saya sangat menyesalkan tindakan wakil Indonesia di atas. Andaikan kesepakatan itu tidak diteken, kita tidak usah melawan Amerika, cukup abstain saja, itu sudah baik. Artinya; Kita tidak ikut menghukum Iran, biarlah orang lain yang menghukum, karena kita tidak bisa mencegahnya. Paling tidak, kita ikut menghukum Irak, iki tok sudah cukup!. Akhirnya, konferensi di Bogor hanya didatangi oleh sedikit peserta. 

Untuk menjaga perasaan orang Syi'ah di seluruh dunia, maka saya berangkat ke Iran untuk menetralisir keadaan ini. Supoyo ojok gelo, sekalipun Syi'ah gelo terhadap RI, tapi saya minta Syi'ah jangan menghentikan proses perdamaian antara Syi'ah dan Sunni di Irak. 

Di Indonesia ada lagi event internasional yang meminta supaya Amerika Serikat keluar dari Irak. Tapi itu semua tidak didengarkan. Jangan lagi kita yang minta seperti itu, Partai Demokrat di Konggres Amerika saja ditolak dengan veto, sehingga pasukan Amerika masih tetap di sana sampai sekarang. 

Saya tidak bisa cerita bagaimana penderitaan orang Irak. Ketika di perbatasan Syiria dan Irak, saya melihat video yang menayangkan seorang ibu yang hamil, kemudian lehernya dipotong, perutnya dirobek, janinnya diambil dan dibakar muka umum. Itu gambaran penderitaan bangsa Irak. Begitu luar biasa penderitaan mereka. 

Maka dari itu, kita semua harus menyelamatkan keadaan ini dengan konsep, tidak bisa hanya dengan marah-marah saja. Kita boleh tidak setuju kepada Syi'ah karena kita orang Sunni, tapi kita juga tidak ingin kalau kita dengan Syi'ah diputar dan dipermainkan oleh orang lain agar saling bunuh satu dengan yang lain. 

Pesan terakhir, masjid dan mushalla kita harus dijaga. Setiap Ranting NU harus membentuk Anak Ranting; sedangkan yang bertindak sebagai Ketua Anak Ranting NU adalah ketua takmir masjid setempat. Ingat!, kalaupun masjid kita ditempati oleh orang lain, itu tak lain karena kita sendiri malas berjama'ah di situ. Kita ini hanya sregep membangun masjid, tapi tidak sregep jama'ah di dalam masjid.(*)

Sumber : PIDATO PENGARAHAN KETUA PBNU, Pada Acara Silaturrahim, Pengurus Ranting NU Se-Malang Raya & Pasuruan oleh K.H. Achmad Hasyim Muzadi ketika masih menjabat Ketua PBNU

2 komentar untuk "Pengarahan Ketua PBNU ke Pengurus Ranting NU Malang Raya dan Pasuruan"